Sabtu, 08 Juli 2017

chapter 5



Ruangan gelap berpenerangan lampu api remang-remang. Meja berisikan banyak kursi dan pintu berukirkan bunga. Tiga orang duduk pada kursi.
"Mari kita bahas permasalahannya"M
"Sepeti yang kuberitahu sebelumnya, makhluk itu muncul. Lalu juga aku sempat beberapa kali melihat sosok bayangan asing."E
"Kau yakin itu bukan makhluk itu."M
"Aku yakin. Karena yang kulihat itu bukanlah makhluk itu. Makhluk itu selalu merubah warna matanya sesuai orang yang ia lihat. Sedangkan sosok itu warna matanya kuning keemasan. Tidak banyak orang yang memiliki warna itu.,”
“Kau benar,”
“anehnya dia hanya muncul saat malam sertatidak seperti makhluk itu, dia hanya menatap ke arah asrama beberapa saat kemudian hilang dalam hutan." E
"Lumine Noctem,"C
"Huh?Lumine apa?" E
"Lumine Noctem, sosok misterius di masyarakat sekitar kerajaan beberapa tahun ini,"
"Hoo! sosok yang sering terlihat di hutan atau dibawah pepohonan itu ya?! Aku mengerti!" E memukulkan kepalan tangan kanan ke tangan kiri yang terbuka
"Apa kau tidak salah lihat dengan halusinasi?" M
"Malam itu aku juga melihatnya, kalau tidak percaya tanyakan saja pada arles kami berdua" C #grin
"Lalu, kenapa kau yakin kalau itu bukan makhluk itu?"
"Karena, jika arles atau pun hewan melihat makhluk itu, mereka akan siaga"
"Itu benar, aku sudah melihatnya, Kisa. Dia mendesis marah ke arah jendela tempat makhluk itu ada. Tapi saat sosok yang disebut Lumine itu  muncul,
Kisa yang sedang bersamaku, dia terlihat tenang."
"Kisa? apa itu peiharaan barumu, El?"
"Haha! Bukan, bukan, itu peliharaan anakmu,"
"Kirina mempunyai peliharaan?! Aaaa! Kenapa dia tidak memberitahuku" (Mikael histeris)
"Ah! ngomong-ngomong Elina, apa peliharaannya adalah kucing hitam dengan bercak putih di dekat lehernya?"
"Seperti yang kau bicarakan,"
"Kalau begitu, tidak ada lagi yang perlu kita cemaskan. Jika ada apa-apa, hubungi aku. Maka aku akan segera datang. Aku serahkan sisanya pada kalian”
,diam sejenak, "Jaga diri kalian."
"Tapi, bagaimana jika terjadi sesuatu?"
            berdiri M, "Tenang saja, kalian cukup waspada. Di sekolah menurutku akan aman."
"Apa maksudmu?"
jari di mulut serius, "Sssst... kita serahkan hal ini pada Alfred dan mereka bertiga, untuk saat ini, kalian cukup siaga. Selama makhluk itu tidak masuk ke asrama, semuanya akan aman." M serius
berubah M, "Kalau begitu sudah dulu! Aku ingin segera mengejutkan mereka! untung barangnya akan sampai sebentar lagi"
"Huft, kalau kau sudah bilang begitu, mau bagaimana lagi,"
Berpisah lewat tiga pintu berbeda, "Yah, selama kau tidak menimbulkan keributan. Untuk menunggu mereka, kau boleh menggunakan ruanganku, lagi pula aku masih harusmengurus pembelian bahan makanan ke pasar nanti."
"Baik,"
Kriiieeetttt.....Clack
_______________________________________________________________________________________________________
Kirina masuk sekolah, disana sudah masuk semua murid dan duduk di bangkunya.
Veronica datang, melirik Kirina.
"Kau akan membayarnya" V
Veronica menuju ke bangku belakang Kirina.
"Kau pinahlah kebelakang!"
"Memangnya kau siapa, Ha?!"
"Veronica Vincent, anak kedua dari yang mulia Raja (). Kau mau menentang?"
orang yang duduk di belakang Kirina pindah ke bangku kosong dibelakang.
Seperti Dellion, dia hanya menatap sinis Kirina, hingga ia mendengar sesuatu yang menarik dari pembicaraan di belakang.
"Hooo... Jadi kau hanya bisa melakukan penyembuhan ya? Lalu apa kau bisa melakukan operasi besar? Menurutku hal itu lebih berguna. Ya kan? Kirina????
..... Kenapa diam? Apa aku salah bicara?
Ngomong-ngomong, apa hubunganmu dengan Tuan Mikael? Kenapa kau terlihat sangat dekat? Apa kau tahu? Aku melihatmu saat itu, kau dan Tuan Mikael------"
"Yap, cukup campai situ pembicaraannya. Sepertinya, murid baru kita sudah berangkat.Dari yang bapak lihat sepertinya kalian sudah mengenalnya.
Kalau begitu, mari kita ke hutan. mumpung cuacanya cerah."
Veronica bingung dan protes kenapa harus keluar, padahal kelasnya baik-baik saja.
nanti adu mulut sama pak Claud.
"Bukankah lebih baik belajar di luar udaranya lebih segar? Kalau tidak ingin, kau boleh kembali ke kelasmu yg sebelumnya, Nona Vincent...."
Veronica keluar.
"Bapak, harap kau tidak mengulanginya lagi. Ini semua demi kebaikanmu,karena bapak tahu sebab kau pindah... Teman...."
"Ap---"
"hilang?Hmmm... Biarlah...."

Tap....tap....tap....
"Verna....."


"Huh?" tengok belakang, angin berhembus
"Tidak ada siapa-siapa.... Mungkin hanya imajinasi...."
__________________________________________________________________________________________________________
            Gadis itu, berjalan sendiri engan wajah marahnya. aku tidak tahu kenapa, tapi satu hal yang menjadi penyebab adalah diriku....
Pagi berganti siang, gadis itu berdiri dalam kumpulan murid. berbincang, menatap sinis, dan tertawa terhadapku. Seperti waktu itu, tapi bedanya gadis itu tertawa.
Hanya satu yang kuharapkan, semoga gadis itu tidak seperti mereka.
            Kutanggapi hinaan itu sebisanya, tanpa membuat konflik. meski begitu, ia terus saja mengatakan sesuatu yang kejam. Hingga aku pun mencapai batas dan membiarkannya
mengoceh semaunya. Untungnya bel tanda pembelajaran selesai berbunyi. Tanpa basa basi lagi, aku langsung menuju perpustakaan. Mencari rak bertema kesehatan dan medis.
"Walau tajam, perkataanmu itu ada benarnya juga, Veronica.....Vincent...."
            Hari Sabtu, sekolah memulangkan muridnya lebih awal untuk dirinya bersiap untuk istirahat atau pulang ke kediamannya bersama keluarga.
Tapi hari ini, aku sedang tidak mood untuk kembali ke asrama. Jadi, aku mengambil lima buku tebal yang kuambil dari rak yang kucari dan kutumpuk jadi satu di meja
dekat jendela.
            Tertulis dalam papan di tembok,
            Perpustakaan buka setiap hari, dari pukul 5 pagi hingga tengah malam.
            Dilarang membawa buku keluar sebelum mengisi data peminjaman di meja pengurus, jika melanggar akan mendapat sangsi langsung.
            Peminjaman hanya berlaku selama 7 hari, dapat tambah hari dengan persetujuan penjaga perpustakaan.
            Harap mengembalikan buku yang diambil pada tempatnya atau dapat diletakan pada meja hijau di dekat meja pengurus.
            Untuk perhatian dan ketertibannya, kami ucapkan terimakasih.
            Berkat peraturan itu, aku dapat membaca buku ini sepuasnya. Ditambah tidak adanya penjaga perpustakaan, sehingga tidak ada yang mengganggu bacaanku
meski matahari sudah terbenam dii ufuk barat. Dan binatang malam pun mulai bernyanyi disertai bunyi jam dinding yang berdetak mengikuti detik.
Sungguh tenang, perlahan mood ku pun kembali. Tepat pada pukul 11.45 malam aku selesai membaca dua buku. Karena, perpus sebentar lagi mau ditutup,
aku mengembalikan dua buku ke raknya dan menulis data peminjaman di meja pengurus. Setelah itu, aku berkemas dan keluar pintu. Di sana, Kisa duduk menanti dengan pita biru
yang kuikatkan waktu itu sebagai penanda sementara.
            "Kau menungguku?"
            "Meooow!!"
            "Sebentar, sepertinya aku ingat aku menyimpan sebungkus snak kucing di tas."
            "Ini dia!"
            KAAAAKKKKK!!!!! KAAAAAKKKK!!!!
            "Gagak?"
            Gagak itu terbang sat aku menoleh ke arahnya. Bersamaan dengan itu, suara jam berdentang keras dan pintu perpustakaan otomatis tertutup dan terkunci.
            "Sepertinya aku terlalu lama di perpustakaan, kalau tadi aku tidak cepat mungkin aku sudah terkunci disana. Iya kan, Kisa?"
            Kisa melompat ke pangkuanku, aku pun berdiri dengan mengendongnya sambil memberikan snak yang tadi ke Kisa.
            "Ayo kita pulang, Ami mungkin khawatir. Gimana ya nanti wajah marahnya."
            Kruyuuukkkkk~~~~~
            "Ahhh.... Laparnya...... Sebaiknya aku bergegas," kataku sambil melirik ke belakang.
            Seseorang ada di sana, perempuan?....Tidak... Laki-laki. Dari tadi, aku merasa aku sedang diikuti. Maka dari itu, sebaiknya aku bergegas dan tidak membuat pergerakan
mencurigakan. Saat ini, aku tidak membawa benda yang bisa digunakan sebagai senjata. Mungkin aku harus menggunakan cara itu. Terlalu beresiko, tapi patut dicoba.
            Aku memeluk Kisa erat, mengambil botol minum di tasku.
            "Ahhh..... airnya habis...." ujarku berhenti melangkah tanpa membuat kecurigaan.
            PYARRRRRRR!!!!!!
            Aku melemparkan botol itu ke lampu penerangan di jalan itu dan berlari menuju hutan. Hutan ini adalah jalan tercepat menju asrama. Jika aku berlari lurus sesuai diagonal,
aku bisa memotong jalan dari satu kilometer menjadi kira-kira setengahnya. Memang gelap, tapi lebih baik dari pada di tempat itu tanpa adanya benda yang bisa dijadikan senjata dan berjalan lebih jauh.
Di hutan, banyak batuan, aku bisa menggunakannya sebagai senjata di saat genting.
            Aku sedikit menoleh ke belakang, ternyata lelaki itu masih mengikutiku. Matanya bersinar di celah-celah pepohonan. Sebaiknya aku mempercepat langkahku.
            Aku melihat batu runcing sebesar kepalan tangan di depan. Karena jarak asrama yang makin dekat, aku segera mengambil batu itu dan membakarnya dengan api biruku.
            "Sedikit lagi... Kisa peganganlah erat-erat. Aku akan menyerang,"
            Swoooosshhh!
            "Sial...." ucapnya dalam kegelapan sambil berdiri diam di tempatnya seteah aku melempar.
            "Sepertinya aku berhasil... Huft..Huft....Huft......"
            Lelaki itu tidak mengejar lagi, sepuluh menit kemudian aku pun sampai di tepi hutan. Takut, pria itu masih mengejar, aku tidak melambatkan lariku meski pintu gerbang
hanya tinggal dua pulu meter di depanku. Di sana terdapat wanita tinggi yang rambutnya tergerai panjang bersama seseorang yang lebih pendek darinya, di samping kiri orang yang lebih pendek,
terdapat pria berjas putih. Sepertinya aku sudah aman....
            Mereka berlari ke arahku, sayangnya aku tersandung dan jatuh tersungkur di rumput. Untungnya, aku jatu dalam posisi miring, sehingga Kisa tidak terkena benturan.
"Rina? Kau tak apa?"
"Rin? kenapa kau baru pulang jam segini?"
"Kak RIIIINNNNN!!!!!"
            Aku menoleh ke belakang, ternyata di sana ada seseorang bersorot mata coklat. Perasaanku mengatakan supaya segera menjauh. Saat aku terus menatapnya, ia menyeringai.
            "Mm-mungkin sebaiknya kita masuk dulu…. Aku lapar."
            "baiklah, sebaiknya kau mandi dan mengobati lukamu. badanmu penuh luka gores,"
            "Tidak apa, aku bisa menyembuhkannya nanti. Yang penting ayo makan, aku lapar...lapar... Perutku sudah berbunyi dari tadi," ucapku sambil berjalan pincang karena keseleo dan sesekali menengok kebelakang.
            "Sini Papa gendong,"
            "Aaa!!! Papa! Ini memalukan, kalau dilihat yang lain bagaimana?"
            tertaa kecil,"Tak apa, mereka sudah pulang."
            Dari pelukanku, Kisa terus-terusan mendesis ke belakang. Dari tatapan Papa, Ami, dan Bi Elin, mereka sangat waspada. Langkah mereka pun juga semakin cepat. Aneh, tapi aku tidak mau berpikir lagi. Perkataanku tadi memang sebuah pengalihan, tapi masalah lapar, berutku sudah semakin bergemuruh. Setelah sampai di Asrama, Bi Elina mengunci pintu gerbang dan pintu asrama depan. Denagn cepat Bibi Elina menutup gorden pada pintu kaca itu. Kemudian, Papa membawaku ke ruangannya Bi Elina. Bukankah seharusnya aku dibawa ke kamarku?
            "Emm, Papa?"
            "Sementara kau mandi dan mengobati dirimu disini. Papa akan memanaskan makanan yang Papa buat tadi. Masakan ke sukaanmu. Sebaiknya kau mandi dan menyembuhkan luka itu. Goresannya ada di mana-mana."
            Setelah itu, Papa menurunkanku di depan kamar mandi. Kisa pun yang tadinya berada di pelukanku melompat turun dan naik ke meja makan. Sedangkan Papa ia berjalan ke dapur, Bi Elina sedang menulis sesuatu
di secarik kertas. Kuharap itu bukan sangsi hukuman. Ami yang ari tadi duduk di meja makan menggerakan tangannya menyuruhku masuk ke kamar mandi.
            "Iya, iya..." kataku pelan sambil tersenyum.
            Aku segera mandi dan mengobati luka-luka di tubuhku dengan apiku. Namun, rasa sakit akibat keseleo di kaki Kananku tidak hilang.
            "Kak! Sudah selesai?!"
            "Sudah!"
            Seseorang mengetuk pintu kamar mandi,"Ini baju ganti juga handuknya."
            Aku segera membuka pintu dan mengambilnya. Setelah berpakaian, aku berjalan menuju meja makan. Di sana, mereka bertiga sudah duduk di meja makan yang diisi dengan () serta segelas susu hangat.
Ayah menyuruhku duduk dan makan. Ami yang tadinya duduk, menyanggakan kepalanya di meja dengan tangan menyilang i bawah kepala. Sepertinya dia mulai tertidur. Papa dan Bibi ELina terus-terusan memberitahuku bahayanyapulang malam. Tapi, aku mengabaikan semua perkataan mereka. Karena saat ini pikiranku sedang terfokus pada sosok yang kulihat tadi.
            Pada awalnya sosok yang kulihat itu matanya bersinar saat ia melewati pepohonan, sedangkan sosok terakhir yang kulihat itu matanya coklat agak menyala. Aku bingung, ada apa sebenarnya.
Tapi, beberapa hari ini banyak keanehan yang terjadi di asrama. Sebelumnya, Bibi tidak pernah menutup gorden pada pintu depan. Bahkan sejak kejadian waktu Ami menarikku ke bawah, Bibi menyuruh seluruh penghuni asrama menutup pintu
dan jendela kaca rapat-rapat sekaligus ditutup gorden. Apa semua ini ada kaitannya?
            "Ah.. biarlah, yang penting aku selamat," batinku sambil melahap ().
            Selesai makan, aku akhiri makan itu dengan segelas susu hangat. Dan sebuah pertanyaan pun terlontar dari bibir Papaku, "Rina, kenapa kau baru pulang saat tengah malam?"
            "Maaf, tapi aku keasikan membaca buku di perpustakaan."
            "Lalu kenapa kau berlari sampai terluka melewati hutan itu? bukankah itu bahaya?"
            Aku ingin mengatakan apa yang terjadi sebenarnya, tapi jika kulakukan, mereka akan khaawatir. Tapi, jika tidak kukatakan seseorang mungkin akan jadi korban.
            Jadi kuputuskan, "Seeorang mengikuti."
            "Ha?! Siapa? Kau lihat wajahnya?"
            "Saat itu gelap,"
            "Bukankah melewati hutan itu lebih berbahaya? Apa saat itu tidak ada penjaga di Perpustakaan yag bisa kau minta tolong."
            "Sebab mengapa aku melewati hutan adalah karena tidak ada orang yang bisa kumintai tolong, sedangkan hari ini aku tidak membawa senjata apa pun. Karena Hutan banyak bebatuan, aku pun melewati tempat itu."
            "Hari ini memang penjaganya tidak ada. Kudengar, suaminya masuk rumah sakit. Tapi, harusnya ada yang menggantikannya. Mungkin besok aku harus menanyai orangg yang bertugas."
            "Hmmm... Rin, lain kali jangan sendirian jika pulang malam. Dan hati-hatilah dengan sosok dengan mata menyala."
            "Memang kenapa?"
            "Untuk saat ini kau tidak perlu tahu. Cukup lakukan apa yang Papa bilang. Mengerti?"
            Aku mengangguk pelan. Setelah itu, Papa berdiri dan keluar ruangan. Sambil menunggu, aku bermain dengan Kisa meggunakan pita rambutku. Dia sangat menikmatinya. Tidak lama setelah itu, Papa kembali kemudian membawa Ami dan aku ke kamar.
setelahmeletakan Ami dengan hati-hati di kasurnya, Papa duduk di kursi belajarku. Melihatnya yang tersenyum hangat kepadaku, membuatku yang tadinya gelisah menjadi tenang. Perlahan, aku pun terlelap.


Paginya papa sudah menyiapkan sarapan. setelah itu dia membawa kami ke pusat perbelanjaan di dekat sekolah. setelah puas bermain, kami pun pulang.
namun, di perjalanan, aku sempat berpapasan dengan Dellion. Saat aku menoleh, dia berdiri diam sambil menatapku tajam dengan leher yang dibalut perban.






Papa menyuruh Kirina selalu membawa pedang Chimera. lalu, Ami diberi sebuah kartu yag bisa membuat Ami makan puding di sana tanpa bayar.
Ami terlihat kegirangan. Setelah itu, Papa pun kembali pada sore hari ditemani dua body gruard nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar